Hi kamu, ini hanya
sampah kata-kata yang akan membuang waktumu
Tapi ,
Rasanya semua
terjadi begitu cepat, kita berkenalan seperti biasa lalu tiba-tiba merasakan
perasaan yang aneh. Setiap hari rasanya berbeda dan tak lagi sama. Kamu hadir
membawa banyak perubahan dalam hari-hariku. Hitam dan putih menjadi lebih
berwarna ketika sosokmu hadir mengisi ruang-ruang kosong di hatiku. Padahal
hanya ada percakapan yang biasa, seakan-akan semua terasa begitu ajaib dan luar
biasa. Entahlah, perasaan ini bertumbuh melebihi batas yang kutahu.Aku menjadi takut kehilangan kamu.
Siksaan datang bertubi-tubi ketika tubuhmu tidak berada di sampingku. Kamu
seperti mengendalikan otak dan hatiku, ada sebab yang tak kumengerti
sedikitpun. Aku sulit jauh darimu, aku membutuhkanmu seperti aku butuh udara.
Napasku akan tercekat jika sosokmu hilang dari pandangan mata. Salahkah jika
kamu selalu kunomorsatukan?
Tapi... entah mengapa sikapmu tidak
seperti sikapku. Perhatianmu tak sedalam perhatianku. Tatapan matamu tak
setajam tatapan mataku. Adakah kesalahan di antara aku dan kamu? Apakah kamu
tak merasakan yang juga aku rasakan? Kamu mungkin belum terlalu paham
dengan perasaanku, karena kamu memang tak pernah sibuk memikirkanku. Berdosakah
jika aku seringkali menjatuhkan air mata untukmu? Aku selalu kehilangan kamu,
dan kamu juga selalu pergi tanpa meminta izin. Meminta izin? Memangnya aku
siapa? Kekasihmu? Bodoh! Tolol! Hadir dalam mimpimu pun aku sudah bersyukur,
apalagi bisa jadi milikmu seutuhnya. Mungkinkah? Bisakah? Begitu sering kamu menyakiti, tapi
kumaafkan lagi berkali-kali. Lihatlah aku yang hanya bisa terdiam dan membisu.
Apakah aku tak
berharga di matamu? Apakah aku hanyalah boneka yang selalu ikut aturanmu? Di
mana letak hatimu?! Aku tak bisa bicara banyak, juga tak ingin mengutarakan
semua yang terlanjur terjadi. Aku tak berhak berbicara tentang cinta, jika
kauterus tulikan telinga. Aku tak mungkin bisa berkata rindu, jika berkali-kali
kauciptakan jarak yang semakin jauh. Aku tak bisa apa-apa selain memandangimu
dan membawa namamu dalam percakapan panjangku dengan Tuhan.
Sadarkah jemarimu
selalu lukai hatiku? Ingatkah perkataanmu selalu menghancurleburkan
mimpi-mimpiku? Apakah aku tak pantas bahagia bersamamu? Terlau banyak
pertanyaan. Aku muak sendiri. Aku mencintaimu yang belum tentu mencintaiku. Aku
mengagumimu yang belum tentu paham dengan rasa kagumku. Aku bukan siapa-siapa di matamu, dan tak akan pernah menjadi siapa-siapa.
Sebenarnya, aku juga ingin tahu, di manakah kauletakkan hatiku yang selama ini
kuberikan padamu. Tapi, kamu pasti enggan menjawab dan tak mau tahu soal rasa
penasaranku. Siapakah seseorang yang telah beruntung karena memiliki hatimu?
Mungkin... semua memang salahku. Yang menganggap semuanya berubah sesuai
keinginanku. Yang bermimpi bisa menjadikanmu lebih dari teman. Salahkah jika
perasaanku bertumbuh melebihi batas kewajaran? Aku mencintaimu tidak hanya
sebagi teman, tapi juga sebagai seseorang yang bergitu bernilai dalam hidupku. Namun, semua jauh
dari harapku selama ini. Mungkin, memang aku yang terlalu berharap terlalu
banyak. Akulah yang tak menyadari posisiku dan tak menyadari letakmu yang
sengguh jauh dari genggaman tangan. Akulah yang bodoh. Akulah yang bersalah! Tenanglah, tak
perlu memerhatikanku lagi. Aku terbiasa tersakiti kok, terutama jika sebabnya
kamu. Tidak perlu basa-basi, aku bisa sendiri. Dan, kamu pasti tak sadar, aku
berbohong jika aku bisa begitu mudah melupakanmu. Dan rasa sesak saat mengingat
perasaan ini. Terkadang aku begitu merasa kasihan dengan diriku sendiri. Menjauhlah. Aku
ingin dekat-dekat dengan kesepian saja, di sana lukaku mungkin akan segera
terobati, di sana tak kutemui orang sepertimu. Dengan begitu semoga saja luka
dari perasaan ini akan kering. Tapi lebih sakit dan menanah jika kau menjauhiku
karena kasihan dan jijik pada seseorang sepertiku. Aku paham jika kamu mungkin
tidak paham.
Tolong!! Lihat dan
rasakan mungkin tidak hanya satu yang mendo’akanmu yang terbaik segalanya
untukmu untuk kebahagiaanmu untuk kesuksesanmu, yang merindukanmu di setiap
renungannya, yang memujamu dalam heningnya, yang menyapamu dalam mimpinya. Aku
tak tahu mungkin jauh lebih dalam perasaannya untukmu daripada aku. Padahal aku
yang hanya bermodal tulus dan dengan anugerah Tuhan untuk bisa merasakan
perasaan ini.
Aku minta maaf atas kelancanganku selama ini. Bukan aku tidak tahu batasan
tetapi aku hanya ingin mengikuti naluri yang mungkin tak sejalan dengan
logika,nilai dan aturan. Maaf yang sedalam-dalamnya berjuta kata maaf mungkin
tak sebanding dengan dosa yang kuperbuat dan aku sadar atasnya. Dosa mengagumi
diam-diam, dosa mencintai seseorang pria yang berlebihan. Aku sadar aku bukan
perempuan beriman yang sempurna, aku juga bukan seorang wanita dengan
kepribadian mulia ataupun puteri berparas ayu. Tapi aku adalah seorang
gadis buruk yang dengan beraninya mengagumimu, aku juga mungkin satu dari
penggemar rahasiamu. Sekarang memang bukan rahasia jika kata-kata ini kamu baca
atau jika kamu masih ingat dan mau mengingat apa yang aku katakan saat hari
itu. Tapi sekarang aku meminta maaf karena aku lancang dan tidak tahu malu
mengatakan rasaku waktu itu dan menulis ini untukmu, aku juga tidak tahu
mengapa dan apa gunanya jika aku mengatakan itu dan menulis ini. Padahal yang
aku tahu pasti kamu berfikir bahwa aku adalah gadis murahan yang dengan
mudahnya mengatakan dan merasakan perasaan yang aku gambarkan. Aku bukan
termasuk golongan orang yang dengan mudahnya mencintai dan menyayangi seseorang
dan aku adalah golongan orang yang sulit untuk perihal perasaan. Aku tulus! Aku
Cuma ingin kamu tahu! Aku tidak berharaplebih karena aku sadar siapa aku.
Tenang.. bukankah aku pernah berkata aku pintar.Dan semoga kamu paham dan tidak
menjadi salah paham. Aku tahu batasan batasanku sebagai gadis beragama dan
manusia yang bahkan tidak ada ikatan atau hubungan apapun denganmu.
Bukankah ini lucu aku berusaha berdiri selama ini hanya untuk melihat
sekitarku tak terjadi halhal yang tidak aku inginkan, mungkin sekarang ini jika
kamu membacanya kamu akan mulai lelah untuk membaca tiap katakata sampah ini
atau mungkin kamu tidak akan peduli.
Apa kamu bersedia menjawab pertanyaanku? Jika kita bertemu setelah kamu
membaca ini maka aku mohon dengan sangat katakanlah, kalau kamu ingin menjawab
aku juga akan diam. Hanya sekali saja, aku ingin kamu menjawab pertanyaanku.
Tenang... aku tidak akan bertanya tentang perasaanmu, atau bertanya Apakah kamu
bisa belajar untuk mengenalku dan belajar menyukaiku? Aku tahu bukan hak ku
menanyakan itu saat ini ataupun selamannya. mungkin aku memang benar benar
egois dan menyedihkan. Bahkan aku dengan beraninya mengajukan permintaan, hanya
dan hanya jika kamu bersedia tolonglah.
Aku tahu mungkin kamu terganggu dengan perihal yang aku tulis ini dari
dulu, iya masalah perasaan. Aku tahu kamu sedang tidak ingin membahas masalah
seperti ini apalagi tentang perasaanku. Jika kamu membaca bagian ini aku ingin kamu menunjukan arah padaku, agar
aku tidak salah lagi dalam mengambil keputusan, agar aku tidak terus terusan
mengambil keputusan sepihak yang menyangkutkan namamu walaupun hanya aku dan
Tuhan yang tau. Aku tidak ingin kejahatan ini akan menyakiti orang selain aku.
Jika kamu tidak menjawab dengan alasan apapun ataupun kamu tidak membaca ini.
Maka aku juga akan diam sampai takdir Tuhan yang menjawab.
“ Aku berada di persimpangan jalan. Aku hanya bisa mengandalkan petunjukmu
untuk memilih jalan ini. Apa aku harus berbelok? Atau aku mengambil lurus di jalan yang sama? Sedangkan jika aku diam di belakangku ada batu waktu yang
tajam dan menyakitkan.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar